Mengenal Awan Mammatus
Oleh : Maylinda Wahyuningrum
Pendidikan Geografi 2017
Awan mammatus berkaitan erat dengan badai petir. Namun tidak harus selalu diidentikan dengan 'senjata asap' dari tornado, hujan es, atau tiupan angin yang signifikan. Awan mammatus biasanya terasosiasi dengan awan comulonimbus aktif. Menurut National Weather Service Online School for Weather, awan mammatus terjadi saat udara di lapisan awan turun ke udara yang jernih di bawahnya dan tetesan awan yang menguap.
Deputi Kepala BMKG Bidang Meteorologi Mulyono Prabowo menuturkan, awan mammatus biasanya merupakan bagian dari awan kumulonimbus. Pembentukannya merupakan pembentukan awan Cummulonimbus (Cb) itu sendiri.
"Setelah Cb terbentuk, karena aktifnya proses konveksi (pergerakan keatas-kebawah udara basah dalam Cb menjadikan Cb makin tumbuh membesar) di dalam Cb sehingga dasar anvil awan Cb yang awalnya relatif halus terdorong-dorong oleh proses konveksi tadi menjadikan dasar anvil awan membentuk tonjolan menggelan tungi (seperti payudara) awan Cb," tutur Prabowo.
"Terbentuknya di bagian bawah awan Cb di mana terjadi perbedaan 'suhu, kelembaban, dan tekanan udara' yang sangat besar dalam waktu singkat," jelasnya.
Prabowo menambahkan, bagian tonjolan ke bawah awan mammatus biasanya berisi kumpulan es dan berbahaya bagi penerbangan. "Sehingga awan mamatus merupakan indikator wilayah-wilayah yang harus dihindari pesawat terbang," imbuhnya, Awan mammatus, lanjut Prabowo, bisa terbentuk di berbagai belahan dunia. Hanya saja biasanya lebih mungkin di daerah lintang tinggi, sementara Indonesia yang terletak di equator memiliki lintangrendah.
"Karena terjadinya 'perbedaan suhu, kelebaban, dan tekanan' yang bisa signifikan lebih memungkinan di lintang tinggi. Di sana ada sistem front (batas dua masa udara yang karateristiknya betul-betul berbeda) sangat mendukung terjadi awan Cb yang besar dengan perbedaan perbedaan suhu, kelebaban, dan tekanan dengan udara sekitarnya cukup/sangat signifikan," papar Prabowo.
Komentar
Posting Komentar