Penulis : Ronaldo Dwi Prasetyo - Geografi 2016


DKI Jakarta merupakan kawasan strategis nasional yang
mempunyai peran penting bagi kedulatan negara. Baik itu dalam sektor pertahanan
negara, ekonomi, social, budaya, ataupun lingkungan. Hal tersebut menjadikan
posisi DKI Jakarta bukan hanya dalam hal pemerintahan saja, tapi juga dalam
segala aspek. Dalam menunjang semua itu memperhatikan perencanaan tata ruang
wilayah ibukota negara ini menjadi sangat penting, karena DKI merupakan inti
penting yang memperngaruhi seluruh aspek keadaan negara ini dan juga menjadi
representatif bagi orang asing untuk melihat citra atau keadaaan negara ini.
Perencaan tata ruang DKI Jakarta memiliki peraturan daerah tersendiri dalam
melakukan perencaan tata ruang kota. Dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI
Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah 2030, tercantum
tujuan tata ruang kota yang dapat menciptakan wilayah yang menyediakan kualitas
kehidupan kota yang produktif dan inovatif (Pasal 4-a), serta memanfaatkan
kawasan budidaya secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan 12.500.000 jiwa
penduduk di DKI Jakarta (Pasal 4-b).
Strategi perencana tata ruang kota yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah salah satunya adalah membangun pusat kegiatan baru secara
herarki, memngembangkan pusat kegiatan dalam sampul angkotan umum massal dengan
konsep TOD. Strategi ini merupakan wujud dari tujuan yang ada diatas, namun
saat menurut data BPS tahun 2014 menunjukan bahwa dari 9,2 juta jiwa penduduk
DKI sekitar 1,38 juta jiwa penduduk adalah komuter dari BODETABEK. Dalam hal
ini dapat dikatakan bahwa Jakarta dengan kepadatan mencapai 15,366,87/km2
(BPS, 2017), Jakarta butuh kawasan baru untuk akhirnya menampung penduduk yang
mulai memadatai kawasan-kawasan di Jakarta. Namun saat ini kondisi komuter
dengan rute mereka untuk akhirnya sampai di DKI Jakarta, sulit dikatakan
memungkinkan bahwa secara efektif dan efisien menampung pendudukan DKI Jakarta
sekarang.
Saat
ini DKI Jakarta bukan hanya dihadapi dengan masalah kependudukan saja namun
juga terkait masalah lingkungan hidup juga, yaitu kasus reklamasi teluk
Jakarta. Reklamasi ini mulai digarap ketika rezim Soeharto, namun terhenti
pembangunannya karena AMDAL yang dianggap tidak cocok untuk keadaan lingkungan
DKI Jakarta. Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.14
Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Reklamasi dan Revitalisasi Teluk
Jakarta yang memberhentikan segala aktifitas pembangunan reklamasi. Dalam
kajian sederhana pun reklamasi teluk Jakarta memang dianggap berbahaya bagi
keadaan ekosistem di daratan Jakarta itu sendiri. Yaitu dengan keberadaan pulau reklamasi
Jakarta dapat menimbulkan efek semakin terendamnya Jakarta.
Diketahui bahwa pantai utara bagian utara Jakarta berfungsi sebagai 13 muara
sungai yang mengalir di Jakarta. Maka jika terdapat hambatan aliran pada
didaerah tampungan muara-muara sungai tersebut, akan menyebabkan memperbesar
aliran permukaan, dan juga akan menyebabkan banjir pada kawasan aliran sungai
yang ada di DKI Jakarta.
Namun
hari faktanya Reklamasi dilanjutkan oleh rezim Gubernur Ahok. Dari 17 pulau
yang dicanangkan, 4 pulau sudah siap dibangun fasilitas diatasnya dan tidak
bisa di revitalisasi, karena efek lingkungan yang akan lebih besar. Sedangkan
13 pulau masih bisa direvitalisasi menjadi lautan kembali, karena masih berupa
pondasi bambu saja. Dengan keadaan seperti ini pemerintah wajib memanfaatkan
reklamasi yang sudah terbangun untuk digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan
masyarakat banyak. Pemanfaatan itu dapat diwujudkan sebagai pemecahan masalah
kependudukan DKI Jakarta yang overload. Reklamasi
yang semula diperuntukan untuk kawasan perumahan elit dan
kepentingan para pemodal, harus dirubah menjadi
perumahan-perumahan KPR sebagai kawasan komuter DKI
Jakarta. Hal tersebut akan mendorong terjadinya migrasi penduduk
yang berada di pusat kota Jakarta ke pulau reklamasi yang digunakan sebagai
kawasan komuter bagi masyarakat yang beraktifitas di Jakarta. Faktor
itu juga didukung karena masih minimnya arus komuter dari bagian utara Jakarta,
dibandingkan bagian barat, timur, atau selatan Jakarta.
Daftar Pustaka
Anonim.
Kertas Posisi Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Jakarta:10320
BPS.
2017. Data Kepadatan Penduduk DKI Jakarta. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS.
2013. Statistik Komuter Jabodetabek. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.14 Tahun 2003,
Tentang Ketidaklayakan Rencana Reklamasi dan Revitalisasi Teluk Jakarta
Peraturan
Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012, Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030.
Komentar
Posting Komentar