Penulis : Siska Puspita - Geografi 2016
Metafisika adalah suatu cabang
filsafat yang membahas persoalan mengenai keberadaan suatu objek (being) atau eksistensi (existence). Metafisika dapat diartikan
sebagai suatu studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam dari kenyataan
atau keberadaan suatu objek di alam semesta yang bersifat fisik maupun non
fisik. Dalam konteks Flat Earth, aliran metafisika yang berlaku adalah spiritualisme
dan materialisme. Materialisme memandang bahwa sesuatu yang dianggap nyata
adalah yang memiliki wujud dan dapat diindera. Sedangkan, spiritualisme
memandang bahwa sesuatu yang nyata adalah yang memiliki jiwa (roh) yang mengisi
dan mendasari kehendak alam. Metafisika modern memandang jika setiap pembahasan
menyeluruh mengenai realitas harus mencakup pembahasan tentang alam semesta.
Galileo mengantisipasi hal ini dengan mengatakan bahwa matematika merupakan
bahasa yang digunakan oleh Tuhan untuk menulis hukum-hukum alam. Sehingga usaha
manusia untuk memahami realitas melalui sains identik dengan usaha manusia
untuk memahami hakikat matematika. Berdasarkan penafsiran dasar dari mekanika
kuantum, kesadaran manusia berperan sangat penting dalam proses penciptaan
realitas yang dapat diamati oleh manusia (Rosenblum & Kuttner,2006). Selain
itu, relativitas umum dan mekanika kuantum merupakan dua teori yang paling
konsisten dalam sejarah sains dan diharapkan oleh fisikawan teoretik dapat
menghasilkan Theory of Everything, yaitu
teori yang bisa menjelaskan alam semesta secara detail termasuk eksistensi
Tuhan.
Flat Earth Society merupakan
organisasi internasional bagi masyarakat dunia yang berpaham jika Bumi
berbentuk datar. Organisasi ini didirikan di Inggris oleh Samuel Shenton tahun
1956. Dulunya, organisasi ini bernama Universal
Zetetic Society (UZS) yang berpendapat mengenai bumi datar berdasarkan
Al-Kitab. Setelah dipimpin oleh Charles K. Johnson, pengaruh paham bumi datar
tersebar luas dengan berbagai promosi, seperti pamflet, buletin, peta, forum
diskusi, dan sebagainya. Sekarang, flat earth society lebih berdasar terhadap
klaim yang dianggap ilmiah menurut mereka dan menganggap semua foto-foto bumi
yang dirilis oleh NASA adalah palsu. Selain itu, para ilmuwan seperti Galileo,
Kepler, Copernicus, Newton dianggap sebagai gerakan Freemason yang menciptakan
kebohongan yang sistematis dan disengaja demi kepentingan elite global. Menurut
pemahaman mereka, bumi berbentuk datar, dilindungi oleh kubah selestial dan
dikelilingi oleh tembok besar antartika.
Berdasarkan metafisika,
konteks Flat Earth memandang jika Tuhan menciptakan bumi dalam bentuk
datar. Jika dikaitkan dengan aliran
metafisika,termasuk aliran spiritualisme. Dasar dari argumen mereka (flatter)
berasal dari al-kitab namun tidak disertai bukti yang empiris dan tanpa
menyertai pendapat para ahli terkait atau mereka mengklaim jika bumi berbentuk
datar hanya berdasarkan persepsi mereka. Selain itu, para flatter juga sering
memutar balikkan fakta yang sudah ada dan membuat fakta baru sesuai dengan
argumen mereka.
Salah satu contoh kasusnya
adalah mereka mengklaim jika bentuk bumi yang terdapat pada logo PBB adalah
bentuk bumi yang sesungguhnya (datar). Padahal, lambang bumi yang terdapat
dalam logo PBB merupakan bentuk bumi berdasarkan proyeksi azhimutal, yang
merupakan salah satu dari sekian konsep proyeksi peta untuk melukiskan bumi
yang berbentuk bulat terhadap bidang datar. Proyeksi ini menggunakan
bidang datar sebagai bidang proyeksinya dan menyinggung bola bumi dan berpusat
pada satu titik. Proyeksi ini
menggambarkan daerah kutub dengan menempatkan titik kutub utara pada titik
pusat proyeksi. Karena proyeksi
ini pula, antartika terlihat sebagai lingkaran yang mengelilingi bumi yang
diklaim oleh para flatter sebagai tembok raksasa. Proyeksi ini digunakan
agar seluruh negara dapat terlukis di dalam logo PBB yang memang beranggotakan
negara-negara di seluruh dunia. Karena alasan ini pula, PBB dalam pembuatan
logonya menggunakan proyeksi azhimutal.
![]() |
Logo Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) |
![]() |
Proyeksi Peta Azimutal |
Para flatter juga tidak
mempercayai hukum gravitasi. Mereka menganggap jika buah yang jatuh dari
pohonnya disebabkan karena berat jenis buah tersebut lebih berat daripada udara
disekitarnya. Padahal hukum gravitasi
telah berhasil secara empiris untuk memprediksi percepatan gravitasi
benda-benda yang terdapat di permukaan bumi, yaitu di belahan bumi manapun
nilai percepatan gravitasi adalah 9,8 m/s2. Jika seandainya bumi
berbentuk datar seperti klaim para flatter, nilai percepatan gravitasi harusnya
tidak tetap seiring berubahnya jarak benda ke pusat bumi.
Contoh kasus lainnya adalah,
para flatter tidak mempercayai konsep rotasi bumi dan mengklaim jika peristiwa
siang dan malam terjadi karena matahari yang mengitari bumi. flatter juga
menganggap jika matahari terus mengitari bumi dan terlihat muncul kembali dari arah timur bumi kemudian mendekat pada arah pandangan sehingga
terjadilah siang. Padahal jika bumi tidak berotasi, harusnya bumi tidak bersirkulasi.
Hal ini disebabkan karena rotasi bumi, menyebabkan berbeloknya angin sehingga
bumi menjadi bersirkulasi yang pada akhirnya berdampak terhadap peristiwa cuaca
dan iklim di seluruh dunia. Jadi, dapat disimpulkan jika konsep rotasi tidak
hanya berpengaruh terhadap peristiwa siang dan malam, namun juga terhadap cuaca
dan iklim di bumi. Hingga saat ini, belum ada bantahan dari flatter mengenai
bagaimana bumi bersirkulasi.
Dari beberapa klaim diatas
terlihat jika para flatter berargumen tanpa disertai dasar yang kuat. Hal ini
pula bertentangan dengan ontologi filsafat, karena tidak mengikuti kaidah
ilmiah dan cenderung berdasar pada hal yang mudah dan instan. Selain itu, dapat
disimpulkan pula jika para flatter menolak ilmu pengetahuan yang ada, yang secara
tidak langsung juga menunjukkan kesombongan mereka. Terlihat pula jika para
flatter menggunakan doktrin dalam merekrut anggotanya dengan menggunakan sistem
quote mining, yaitu mengutip
pernyataan namun sengaja tidak menyertakan konteksnya . Quote mining umumnya digunakan untuk menghasut dan memancing emosi
agar pendengarnya tidak dapat berpikir jernih. Selain itu, para flatter juga
menyertakan unsur keagamaan untuk merekrut anggotanya.
Kesimpulannya adalah
klaim-klaim yang dikemukakan oleh para flatter merupakan klaim tanpa disertai
bukti yang ilmiah. Hal ini berlawanan dengan ontologi filsafat dimana ilmu
pengetahuan harus disertai dengan bukti yang empiris. Selain itu, klaim yang
mereka kemukakan sebagian dapat dibantah, namun banyak pula klaim yang masih
dipertanyakan keabsahannya. Penulis juga berpendapat jika yang memiliki
kepentingan elite global adalah justru para flatter, karena terlihat dengan
jelas jika mereka (para flatter) ingin mengubah pandangan dunia dengan cara
memanipulasi ilmu pengetahuan yang sudah terbukti secara empiris.
Daftar pustaka
J. Ardian,dkk, Benarkah bumi itu datar? 100 klaim bukti
ilmiah menurut flat earth society dan bantahannya,Narasi, Yogyakarta, 2014
Bakhtiar, A. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada Couvalis, G. (1997). The The Philosophy Of Science: Science And
Objectivity. London: Sage Publcations
Dirdjosoemarto, S. (1991). Pendidikan IPA 2, Buku II.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Pembinaan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Tinggi.
Dubay, E. (2014). The Flat-Earth Conspiracy. Tanpa Penerbit
Firman, H. (2017). Filsafat: Pengantar Filsafat. Bahan kuliah filsafat ilmu.
SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Firman, H.
(2017). Realisme Sains: isu ontologi
keilmuan. Bahan kuliah filsafat ilmu. SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hesser, D.T dan Leach,
S.S. (1987). Focus on Earth Science. USA: Merill Pubhising Company
Hidayat, Bambang. (1978). Bumi dan Antariksa 1. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hill, Graham.(2001). Arthur C Clarke Looks To The Future.
Diakses tanggal 21-04-2017
Muhadjir, N. (2001).
Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme, Pots Modernisme. Yogyakarta:
Rakesarin O'Neill, B.
(2008). Do they really think the earth is flat?. Diakses dari tanggal
21-04-2017
Schadewald, R.J. (1982).
Six "Flood" Arguments Creationists can't answer. Diakses dari
tanggal 21-04-2017
Schick, T dan Vaughn, L. (1995). How to think about weird things:
critical thinking for a new age. Houghton Mifflin
Soemargono, S. (2004). Pengantar Filsafat, Louis O. Katsoff.
Yogyakarta. Tiara Wacana Yogya
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah pengantar
populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Tjasyono, B. (2016). Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung:
Remaja Rosdakarya Smith,
K.A.(Tanpa Tahun). Is the Earth a Whirling Globe? (PDF).
Inggris
Komentar
Posting Komentar