Langsung ke konten utama

[LISIGER SEPTEMBER] Opini : Korelasi antara Public Transport dengan Public Mentality terhadap Solusi atas Kemacetan

Penulis : Rifqi Taufiqurramadhan - Geografi 2016


Pernahkah kalian merasakan macet? Ya, masyarakat urban pasti pernah merasakan yang dinamakan macet. Apa itu macet? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) macet memiliki artian “tersendat” atau “tidak lancar”, dalam dunia transportasi mengacu kepada tersendatnya arus lalu lintas atau tidak lancarnya arus kendaraan pada suatu ruas jalan.

Untuk Indonesia sendiri, kota Jakarta menjadi sorotan utama atas problem kemacetan di negeri ini. Perlu diketahui bahwa Jakarta menempati urutan ke-12 sebagai kota termacet didunia dan termacet ke-2 di Asia setelah Bangkok, menurut sebuah riset berjudul “Inrix 2017 Traffic Sorecard” yang dilakukan sepanjang 2017 oleh Inrix.

Walau bukan peringkat pertama di dunia, kemacetan di Jakarta sudah terasa sangat luar biasa. Permasalahan kompleks tersebut dipicu oleh beragam faktor, mulai dari Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak tertib, angkutan umum yang berhenti sembarangan di bahu jalan, kebijakan pemerintah yang kurang tepat, dll. Namun, penulis hanya akan membahas dua faktor yang disinyalir menjadi akar permasalahan kemacetan. Faktor manusia (masyarakat atau pengguna) dan faktor fisik (ruas jalan dan fasilitas transportasi).

Saat ini masyarakat Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah pengguna kendaraan bermotor terbanyak di dunia, setelah Amerika Serikat dan China. Bukan hanya motor, kendaraan roda empat (jenis mobil dan lainnya) juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut sebuah infografis dari House of Infographics memperlihatkan bahwa 14% kendaraan roda dua (sepeda motor), serta 3 dari 10 mobil di Indonesia berada di Jakarta. Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat kita masih sangat mengandalkan kendaraan pribadi (khususnya motor dan mobil) sebagai transportasi jitu mereka.

Namun, jumlah kendaraan yang terus bertambah, tidak berbanding lurus dengan bertambahnya ruas jalan. Kendaraan pribadi terus tumbuh 12-13%, sedangkan ruas jalan hanya tumbuh 0,01%. Akibatnya, apa yang terjadi? Ruas jalan yang panjangnya hanya segitu-gitu saja, tidak sanggup menampung jumlah kendaraan yang melintas diatasnya dan terus meningkat jumlahnya, yang pada akhirnya terjadilah macet.

Belum lagi masalah mobil “tak berpenghuni”. Bayangkan saja, satu mobil yang bisa di isi 5-6 orang hanya berisi 1 orang, dan jika ada ratusan mobil dengan kondisi seperti itu, apa yang akan terjadi dengan kondisi jalan? Ya, ratusan mobil yang hanya berisi 1 orang tersebut akan memenuhi jalan dan membuat kemacetan. Lalu, bagaimana jika kondisi nya kita ubah, setiap 1 orang tersebut tidak menggunakan mobil pribadi dan naik transportasi publik, apa yang terjadi? Tidak akan ada penumpukan mobil di jalan. Oleh karenanya, masyarakat harus merubah kebiasaan tersebut dan memperbaiki mental agar lebih bijak dalam menggunakan kendaraan pribadi.

Bila dibandingkan dengan kota di negara lain seperti Hongkong, yang 90% warganya sudah sadar akan transportasi publik, serta Singapura dan Mumbai yang sudah menyentuh angka 50%. Kesadaran dan mental masyarakat kita dalam menggunakan transportasi publik masih sangat jauh, yaitu hanya sekitar 20% masyarakat Jakarta yang sadar dalam penggunaan transportasi publik.

Rapid KL : Salah satu dari sekian banyak layanan transportasi publik berbasis rel di Kuala Lumpur, Malaysia


Metro Star Express : Salah satu layanan Metro Rail di Kota Manila, Filiphina


Jalur MRT di Singapura



BTS Bangkok : Salah satu layanan SkyTrain di Bangkok, Thailand



Shonan Monorail : Salah satu layanan Kereta Monorail di Kanagawa, Jepang



Saat ini, kualitas dari fasilitas transportasi publik di Indonesia masih terbilang “ketinggalan”. Pembangunan fasilitas transportasi publik hanya berfokus pada pulau Jawa dan baru-baru ini merambah ke pulau Sumatera. Jakarta sendiri sebagai ibukota dan kota terbesar di Indonesia masih kalah dalam hal kualitas transportasi publik bila dibandingkan dengan beberapa kota di Asia Tenggara seperti Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok dan Manila.

Memang lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Saat ini Indonesia baru saja membangun Mass Rapid Transit (MRT) pertamanya di Jakarta dan baru saja meresmikan Light Rail Transit (LRT) pertamanya di Palembang. Yang padahal negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand sudah membangunnya dari jauh-jauh hari, dan masyarakatnya sudah bisa merasakan fasilitas transportasi publik tersebut dengan nyaman sekarang.

Uji Coba Rangkaian MRT Jakarta Rute Bundaran HI - Lebak Bulus


LRT Sumatera Selatan di Kota Palembang telah resmi beroperasi



Walaupun begitu, Indonesia telah memiliki tranportasi publik lainnya seperti Kereta Commuter Line dan Bus Rapid Transit (BRT) seperti TransJakarta, TransJogja, dan TransSemarang yang telah cukup membantu dalam mengatasi kemacetan. Akan tetapi, transportasi publik sering mendapat kritik dari masyarakat akibat banyaknya masalah keterlambatan, keamanan, maupun fasilitas yang tidak ramah terhadap disabilitas. Namun Indonesia, khususnya ibukota Jakarta terus berbenah memperbaiki fasilitas transportasi publik agar nyaman digunakan oleh masyarakat.


Transjakarta : Salah satu layanan BRT di Indonesia. Terlihat Koridor 13 yang merupakan koridor jalur layang Transjakarta



Oleh karenanya, public transport dan public mentality saling berkaitan dan berkolerasi, kedua hal tersebut harus diseimbangkan sebagai kunci atas solusi dari kemacetan. Ada kondisi plus dan minus yang harus diperbaiki dalam menyelesaikan masalah kemacetan.

Kondisi 1
(-) Transportasi publik yang buruk
(-) Kesadaran masyarakat akan transportasi publik rendah

Kondisi 2
(+) Transportasi publik yang baik
(-) Kesadaran masyarakat akan transportasi publik rendah

Kondisi 3
(-) Transportasi publik yang buruk
(+) Kesadaran masyarakat akan transportasi publik tinggi

Kondisi 4
(+) Transportasi publik yang baik
(+) Kesadaran masyarakat akan transportasi publik tinggi

Dari keempat kondisi tersebut, sudah jelas bahwa kondisi 4 merupakan kondisi yang paling baik, dan kondisi 1 merupakan kondisi paling buruk. Lalu bagaimana dengan kondisi 2 dan 3? Kondisi tersebut merupakan ketidakseimbangan dari public transport dan public mentality yang saat ini sedang dialami oleh Jakarta. Di satu sisi transportasi publik sudah baik dan menunjang kebutuhan transportasi masyarakat, akan tetapi mental dan kesadaran masyarakat akan transportasi publik masih rendah, sehingga masih banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi dan menimbulkan kemacetan. Di sisi yang lain, kualitas transportasi publik masih kurang baik, sedangkan kesadaran masyarakat akan transportasi publik sudah tinggi, mau tidak mau masyarakat masih harus menggunakan kendaraan pribadi karena kualitas public transport yang buruk.

Sehingga, solusi yang tepat untuk mengatasi kemacetan adalah, pemerintah harus memperbaiki dan menambah jumlah fasilitas public transport agar aman, nyaman dan cepat digunakan masyarakat untuk bertransportasi. Selain itu masyarakat juga harus diedukasi atau mengedukasi diri sendiri tentang pentingnya menggunakan transportasi publik untuk menghindari kemacetan. Karena selain efisien, menggunakan transportasi publik juga ramah lingkungan, sehingga terbentuklah public mentality yang memiliki kesadaran akan transportasi publik yang tinggi.

Mungkin Indonesia bisa mencontoh Singapura dan Jepang dalam menerapkan kebijakan mengatasi macet. Singapura menerapkan biaya pajak yang tinggi untuk setiap kendaraan pribadi dan batas waktu tertentu untuk mobil pribadi dapat dipergunakan. Sedangkan Jepang menerapkan pembatasan emisi dengan kebijakan wajib uji emisi setiap 2 tahun dan biaya parkir yang sangat mahal, sehingga membuat masyarakat berfikir dua kali jika ingin membeli kendaraan pribadi. Namun, dibalik kebijakan “keras” yang dibuat, negara tersebut menyediakan transportasi publik yang sangat nyaman, bahkan berkelas dunia. Hal tersebut yang membuat masyarakatnya enggan menggunakan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi publik.

Semoga kedepannya Indonesia bisa menyediakan sarana transportasi publik yang aman, nyaman, dan efisien. Sehingga masyarakat dapat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik, lalu kemacetan dapat teratasi sekaligus mengurangi polusi udara. Sekian tulisan opini mengenai kemacetan, mohon maaf bila ada tulisan yang kurang berkenan, karena tulisan ini merupakan hasil tumpah pemikiran dan argumen pribadi belaka. Akhir kata, Semoga tulisan ini bisa bermanfaat serta dapat menambah ilmu dan wawasan, YUK NAIK TRANSPORTASI PUBLIK, BIAR NGGAK BIKIN MACET! Terimakasih.

Sumber Referensi :

Opini dan Pendapat Pribadi

Channel YouTube “Kok Bisa?” : Kenapa Jakarta Macet Banget? (https://www.youtube.com/watch?v=JnDAaGTbJTE)

House of Infographics : Transportasi Indonesia

Sumatra Cyber : Inilah Cara Jitu 5 Negara Dalam Mengatasi Kemacetan

Properti Kompas.com : Jakarta, Kota Termacet ke-12 Dunia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[LISIGER MEI] : Mengenang Kembali Jasa Pantograf Yang Hampir Terlupakan

Mengenang Kembali Jasa Pantograf Yang Hampir Terlupakan Oleh : Salsabila Pantograf adalah alat yang berfungsi untuk memperbesar atau memperkecil sebuah peta atau gambar. Dengan menggunakan alat ini, seseorang dapat mengubah ukuran peta sesuai dengan ukuran yang diinginkan. (Sumber: Koleksi penulis, 2006). Pantograf berbahan dasar potongan kayu berbentuk persegi panjang yang masing-masing potongan disatukan dengan baut. Cara membuatnya tidak sulit dan bahan-bahannya mudah kita temui di pasaran. Pertama-tama yang kalian lakukan ialah menyiapkan alat dan bahannya yaitu, empat batang kayu (dua batang kayu a dan b berukuran panjang 50 cm, dan batang kayu c berukuran 30 cm dan batang kayu d berukuran 20 cm), tiga buah baut, amplas, kuas, pernis, bor kayu, dan dua buah pensil. Selanjutnya cara pembuatan yang pertama ialah tandai setiap ujung kayu dengan jarak 1 cm, kemudian lubangi kayu dengan bor kayu. Amplas kayu agar lebih halus. Selanjutnya, panaskan kayu dengan api kecil ...

[LISIGER OKTOBER] Mengenal Lebih Dalam Kesenian Debus Asal Banten

Penulis : M. Gendra Mahdavikia - Geografi 2016 Pernahkah kalian mendengar atau melihat kesenian Debus? Apasih itu Debus? Debus merupakan kesenian bela diri yang berasal dari Banten. Kesenian ini mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, misalnya kebal terhadap   senjata tajam, kebal terhadap air keras, dan lain- lain. Kesenian Debus merupakan kesenian yang dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan kebatinan yang bernuansa penuh magis. Dan dewasa ini kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, upacara magis dan untuk hiburan masyarakat. Pemain Debus merupakan pertunjukan seni secara berkelompok dengan jumlah pemain sebanyak 12 sampai 15 orang, yang masing-masing mempunyai tugas sebagai berikut: 1. 1 orang juru gendang 2. 1 orang penabuh tembang 3. 2 orang penabuh dogdog tingtit 4. 1 orang penabuh kecrek 5. 4 orang sebagai penzikir 6. 5 orang pemain atraksi 7. 1 orang sebagai syekh     ...

[LISIGER AGUSTUS] Mengenal Morelia Viridis dari Timur Indonesia

Penulis : Rian Ariyanto - Geografi 2016 Sumber foto : imgur.com Green Tree Python / GTP ( Morelia Viridis ) atau yang biasa dikenal dengan nama Chondro banyak terdapat di Papua, Papua Nugini & Australia. Ular GTP masih satu keluarga dengan ular python lainnya, meskipun ia merupakan ular pohon hijau tapi GTP tidak berbisa. Ular GTP tinggal di habitat yang lembab dan bagian tropis yang hangat. GTP termasuk satwa yang mulai langka di tempat asalnya karena penghancuran habitat, perdagangan kulitnya & diburu untuk makanan dan obat kulit. Ular GTP sudah masuk kategori Apendiks II oleh CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ). Seperti kebanyakan ular pohon, GTP memangsa binatang pengerat dan unggas kecil. GTP dewasa berukuran panjang hingga 2,1 meter untuk spesimen yang besar, sedangkan untuk spesimen yang medium, GTP bisa mencapai panjang 1.8 meter. Chondro suka bergulung di pohon, melingkarkan diri dengan kuat di cabang po...