Langsung ke konten utama

[LISIGER JUNI] Menyoal Prestasi ala Bunda Ellita

Penulis : Maudiah Khasanah Jamal Ulel - Geografi 2017






Umumnya, semua orang tentu ingin berprestasi. Mereka bahkan berlomba-lomba untuk saling menambah prestasi. Padahal, prestasi sendiri bergantung pada pandangan masing-masing individu. Ada yang merasa prestasinya sudah tinggi, namun orang menganggapnya biasa saja. Ada juga yang menganggap dirinya belum memiliki prestasi apa-apa namun orang melihat prestasi yang dicapai sudah tinggi.

Prestasi sendiri merupakan hasil dari sebuah pembelajaran. Prestasi itu bukanlah suatu obsesi atau tujuan akhir dari sebuah kehidupan manusia. Bagi Ellita Permata Widjayanti, seorang dosen di Jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Jakarta, prestasi merupakan ekor dari proses belajar. Jadi, jika seseorang sudah belajar dengan giat, dan mencoba semaksimal mungkin apa yang bisa dilakukan dalam menyerap suatu ilmu, tentu akan membuahkan sebuah prestasi nantinya. Prestasi juga tidak bisa diukur dari apa yang terlihat, seperti medali, emas, perak, piagam, hadiah, dan lain sebagainya. Ada juga prestasi yang tidak dapat dilihat, yaitu seberapa besar manfaat hidupnya kepada lingkungan sekitar.

Terkait mengenai proses pembelajaran yang sempat disinggung di atas, belajar itu sendiri dimaknai sebagai ‘celebrating of self’ yaitu membahagiakan dan merayakan atas kebebasan diri sendiri. Dengan belajar, manusia tidak dapat berhenti memperoleh ilmu, yang nantinya diharapkan ilmu tersebut dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan juga orang lain. Jadi dengan belajar maka diri kita disebut merdeka, yaitu terbebas dari belenggu kebodohan dan ketidak tahuan.

Ellita bercerita, “Dulu sewaktu S1 saya ngga punya cita-cita menjadi mahasiswa terbaik, karena memang ngga tau ada istilah dan penghargaan seperti itu. Tapi saya suka belajar dan aktif dimana-mana, berbagai organisasi dimasuki. Awalnya orang tua tidak setuju dengan keputusan berorganisasi. Namun akhirnya dapat diakali dengan perjanjian bahwa kalau IP diatas 3 boleh organisasi. Alhamdulillahnya karena IP di atas 3 terus jadi bisa organisasi. Tantangan paling berat ialah saat semester 8, saya harus memutuskan apakah menyelesaikan skripsi saya atau lanjut berorganisasi. Hingga saya tersadar bahwa kita saya harus mendobrak paradigma masyarakat mengenai aktivis yang dicap jelek. Saya ngga mau, saya mau membuktikan bahwa aktivis juga bisa kok lulus tepat waktu.”

Akhirnya hal itu terus beliau tanamkan dan menjadi lecutan untuk mendobrak paradigma masyarakat yang memandang aktivis lulus lama. Dalam mengatasi ini, diperlukan adanya manajemen waktu yang baik. Kalau ada yang tugas yang terbengkalai, jangan salahkan organisasi tapi salahkan diri sendiri karena belum membagi prioritas dan waktu dengan baik. Karena kita sudah memilih untuk mengambil jalan itu, maka kita harus mempertanggungjawabkannya. Dan akhirnya, beliau lulus dengan tepat waktu dan menyabet prestasi dengan menjadi mahasiswi terbaik

Selain itu, Ellita menambahkan bahwa prestasi yang amat tinggi adalah ‘Khairunnas yanfa’u linnas’ yang artinya sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat dengan manusia lainnya. Sebagai seorang muslim, kita harus menjadi centre of the world. Kita harus menyebar kebaikan dari inner dan outer. Inner adalah ibadah pada diri kita, sedangkan outer adalah kita dengan lingkungan kita. Berpegang pada prinsip itulah yang membawa Ellita pada dunia mengajar dan pemberdayaan manusia dan lingkungan. Menurutnya berbagi adalah indah dan menyenangkan. Dengan berbagi, kebebasan saling menginspirasi adalah kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan emas, medali, perak, perunggu, piagam, dan sebagainya, melainkan kebahagiaan atas kemerdekaan diri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[LISIGER MEI] : Mengenang Kembali Jasa Pantograf Yang Hampir Terlupakan

Mengenang Kembali Jasa Pantograf Yang Hampir Terlupakan Oleh : Salsabila Pantograf adalah alat yang berfungsi untuk memperbesar atau memperkecil sebuah peta atau gambar. Dengan menggunakan alat ini, seseorang dapat mengubah ukuran peta sesuai dengan ukuran yang diinginkan. (Sumber: Koleksi penulis, 2006). Pantograf berbahan dasar potongan kayu berbentuk persegi panjang yang masing-masing potongan disatukan dengan baut. Cara membuatnya tidak sulit dan bahan-bahannya mudah kita temui di pasaran. Pertama-tama yang kalian lakukan ialah menyiapkan alat dan bahannya yaitu, empat batang kayu (dua batang kayu a dan b berukuran panjang 50 cm, dan batang kayu c berukuran 30 cm dan batang kayu d berukuran 20 cm), tiga buah baut, amplas, kuas, pernis, bor kayu, dan dua buah pensil. Selanjutnya cara pembuatan yang pertama ialah tandai setiap ujung kayu dengan jarak 1 cm, kemudian lubangi kayu dengan bor kayu. Amplas kayu agar lebih halus. Selanjutnya, panaskan kayu dengan api kecil ...

[LISIGER OKTOBER] Mengenal Lebih Dalam Kesenian Debus Asal Banten

Penulis : M. Gendra Mahdavikia - Geografi 2016 Pernahkah kalian mendengar atau melihat kesenian Debus? Apasih itu Debus? Debus merupakan kesenian bela diri yang berasal dari Banten. Kesenian ini mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, misalnya kebal terhadap   senjata tajam, kebal terhadap air keras, dan lain- lain. Kesenian Debus merupakan kesenian yang dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan kebatinan yang bernuansa penuh magis. Dan dewasa ini kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, upacara magis dan untuk hiburan masyarakat. Pemain Debus merupakan pertunjukan seni secara berkelompok dengan jumlah pemain sebanyak 12 sampai 15 orang, yang masing-masing mempunyai tugas sebagai berikut: 1. 1 orang juru gendang 2. 1 orang penabuh tembang 3. 2 orang penabuh dogdog tingtit 4. 1 orang penabuh kecrek 5. 4 orang sebagai penzikir 6. 5 orang pemain atraksi 7. 1 orang sebagai syekh     ...

[LISIGER AGUSTUS] Mengenal Morelia Viridis dari Timur Indonesia

Penulis : Rian Ariyanto - Geografi 2016 Sumber foto : imgur.com Green Tree Python / GTP ( Morelia Viridis ) atau yang biasa dikenal dengan nama Chondro banyak terdapat di Papua, Papua Nugini & Australia. Ular GTP masih satu keluarga dengan ular python lainnya, meskipun ia merupakan ular pohon hijau tapi GTP tidak berbisa. Ular GTP tinggal di habitat yang lembab dan bagian tropis yang hangat. GTP termasuk satwa yang mulai langka di tempat asalnya karena penghancuran habitat, perdagangan kulitnya & diburu untuk makanan dan obat kulit. Ular GTP sudah masuk kategori Apendiks II oleh CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ). Seperti kebanyakan ular pohon, GTP memangsa binatang pengerat dan unggas kecil. GTP dewasa berukuran panjang hingga 2,1 meter untuk spesimen yang besar, sedangkan untuk spesimen yang medium, GTP bisa mencapai panjang 1.8 meter. Chondro suka bergulung di pohon, melingkarkan diri dengan kuat di cabang po...