Penulis : Wulan Azahra Khairunisa - Geografi 2016
Jakarta
sebagai Ibu Kota Indonesia memiliki berbagai permasalahan lingkungan, khususnya
mengenai konservasi air. Maraknya perkerasan
serta minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta hanya 9,9 persen dari
target 30 persen, menyebabkan air hujan lebih menjadi limpasan permukaan (runoff) dibandingkan didaur ulang
kembali sebagai infiltrasi. Kota yang dilalui oleh 13 aliran sungai akibat
letaknya yang berada di dataran rendah ini selalu menjadi langganan banjir
abnormal setiap tahunnya pada musim hujan. Hal tersebut menempatkan Jakarta
hanya pada peringkat 41 dari 44 negara dalam Global City Power Index (GCPI) pada tahun 2017 (Institute for
Urban Strategies The Mori Memorial Foundation, 2018). GPCI ialah pengukuran terhadap kota – kota di
seluruh dunia yang memiliki dampak global, pengukurannya dilakukan terhadap
lima indikator yakni Economy, RnD, Cultural
Interaction, Liviability, Environment, Accessibility.
Banjir
abnormal ialah perluasan area banjir akibat telah terjadi modifikasi pada
sungai dan rusaknya bantaran (riparian
area) (Hutapea, 2012). Bantaran sungai atau riparian
area pada dasarnya merupakan
jalur hijau dalam perencanaan tata ruang kota (Menteri Pekerjaan Umum, 2008). Peruntukannya ialah
sebagai ruang terbuka hijau sebagai komponen keseimbangan ekologis di dalam
lansekap sebuah kota yang mayoritas man-made.
Namun, pada kenyataannya kini daerah bantaran di penuhi oleh pemukiman kumuh
padat penduduk.
Pemukiman
kumuh di bantaran sungai terjadi akibat arus urbanisasi yang mengakibatkan
meledaknya penduduk hingga lahan kosong bantaran sungai menjadi pemukiman dan
bersifat kumuh (Farid Isnain, 2018; Satmoko Yudo dan Nusa Idaman
Said, 2018).
Jumlah penduduk Jakarta pada tahun 2015 mencapai 10 juta jiwa, sedangkan,
proyeksi penduduk pada tahun 2017 mencapai 12 juta jiwa (BPS, 2016). Dampaknya ialah kualitas air yang buruk
pada sungai – sungai yang melewati Jakarta yang ditetapkan tercemar berat,
salah satunya sungai Ciliwung yang terdampak paling luas (Satmoko Yudo dan Nusa Idaman Said, 2018). Sungai tercemar
akibat pemukiman kumuh yang menjamur di bantaran sungai.
Solusi
yang diterapkan oleh pemerintah juga belum mencerminkan pilar – pilar
pembangunan berkelanjutan (SDGs). Normalisasi Sungai Ciliwung merupakan solusi
yang ditawarkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2013. Program ini
mengembalikan lebar sungai dan membuat tanggul sepanjang sungai Ciliwung. Pada
pilar ekologis, betonisasi mengakibatkan sungai menjadi lebih pendek tidak ber-meander seperti kondisi aslinya sehingga
mengurangi retensi sungai (Maryono, 2007). Pada pilar sosial,
penggusuran terlebih penggusuran paksa bukan merupakan solusi tepat karena
menyebabkan terjadinya konflik sosial
dan pelanggaran HAM (LBH Jakarta, 2017). Konflik akibat
pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan ruang semakin nyata terjadi dengan
keterlibatan pemerintah yang menghendaki kebijakan untuk menertibkan permukiman
liar tersebut. Kemudian, pada tataran pembangunan ekonomi, tidak ada dimensi
pembangunan ekonomi masyarakat.
Di
sisi lain, era Sustainable Development
Goals (SDGs) telah di mulai sejak 2015 hingga 2030. Jakarta pun memiliki
program yang dinamakan Jakarta Smart City
sebagai upaya untuk mewujudkan SDGs. Selain itu, salah satu sasaran nasional
RPJM (2015-2019) yang terdapat pada poin SDGs nomor 11 ialah terwujudnya kota
hijau yang berketahanan iklim dan bencana (Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017, 2017). Meskipun sudah terdapat Program Pengembangan
Kota Hijau (P2KH), yang didalamnya terdapat Strategi Water Sensitive Urban Design. Namun, dalam implementasinya masih
jauh dari indikator tersebut.
Berdasarkan faktor –
faktor tersebut, perlu adanya upaya penataan pemukiman kumuh dibantaran sungai
dalam mengatasi masalah banjir yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan.
Pentingnya fungsi daerah bantaran sungai secara hidrologis sebagai pengendali
banjir yakni daerah infiltrasi harus dipertahankan. Wilayah yang paling dekat
dengan badan air ini merupakan daerah konservasi secara ekologis dan merupakan
habitat bagi berbagai ekosistem. Sehingga, masyarakat juga hidup berdampingan
dengan lingkungan. Upaya pemecahan masalah secara kolaboratif melalui Kampung
ekologis bantaran sungai. Ahli semisal Marco Kusumawijaya menyebutkan upaya
penataan pemukiman tanpa penggusuran, pemukiman di bibir sungai dimundurkan
sejauh 3 meter kemudian rumah dibelakangnya dibuat tingkat dan di bangun ulang
menghadap sungai, agar masyarakat lebih peduli dengan sungai sebab telah
menjadi pemandangan utama dari rumah mereka, misalnya kampung bantaran Sungai
Kali Code di Yogyakarta, bantaran Sungai Semampir Surabaya serta Kampung Warna
– Warni di Malang. Perlunya penataan pemukiman berkelanjutan agar Jakarta lebih
baik di masa depan.
Daftar Pustaka
BPS, 2016. Jakarta Dalam Angka. [Online]
Available at: https://jakarta.bps.go.id
[Diakses 12 Mei 2018].
Available at: https://jakarta.bps.go.id
[Diakses 12 Mei 2018].
Farid Isnain, 2018. Pemukiman dan
Permasalahan Sepanjang Ciliwung. [Online]
Available at: http://dispusip.jakarta.go.id/?p=4107
[Diakses 19 09 2018].
Available at: http://dispusip.jakarta.go.id/?p=4107
[Diakses 19 09 2018].
Hutapea, S., 2012. Kajian Konservasi
Daerah Aliran Sungai Deli Dalam Upaya Pengendalian Banjir Di Kota Medan, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Institute for Urban Strategies The Mori
Memorial Foundation, 2018. Global Power City Index 2017 GPCI 10th
Anniversary special Edition, Tokyo: Institute for Urban Strategies The Mori
Memorial Foundation.
LBH Jakarta, 2017. LBH JAKARTA. [Online]
Available at: www.bantuanhukum.or.id
[Diakses 28 September 2018].
Available at: www.bantuanhukum.or.id
[Diakses 28 September 2018].
Maryono, A., 2007. Restorasi Sungai. 1st
penyunt. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Menteri Pekerjaan Umum, 2008. Biro
Hukum PU. [Online]
Available at: http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_peraturan_uu/permenPU5-2008.pdf
[Diakses 28 September 2018].
Available at: http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_peraturan_uu/permenPU5-2008.pdf
[Diakses 28 September 2018].
Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017, 2017.
Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. [Online]
Available at: https://www.kemenkopmk.go.id
[Diakses 28 September 2018].
Available at: https://www.kemenkopmk.go.id
[Diakses 28 September 2018].
Satmoko Yudo dan Nusa Idaman Said, 2018.
Status Kualitas Air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Teknologi
Lingkungan Vol 19, No. 1, Januari 2018, pp. 13-22.
Komentar
Posting Komentar